Tuesday, January 11, 2011

Iran Unjuk Kekuatan di Teluk Persia


Oleh : Moh Abu Bakar/06260140

Jum'at, 23 April 2010 | 00:20 WIB
TEMPO Interaktif, Teheran - Garda Revolusi Iran sukses meluncurkan sebuah perahu cepat anyar yang mampu menghancurkan kapal-kapal musuh saat memulai latihan perang di Teluk Persia. Republik Islam yang terkunci dalam sengketa dengan Barat atas aktivitas nuklirnya itu cukup sering menyiarkan kapasitas militernya dengan tujuan menunjukkan kesiapannya menghadapi serangan Israel atau Amerika Serikat. Rabu lalu, Pentagon menyatakan aksi militer Amerika terhadap Iran belum disingkirkan dari meja meskipun Washington mencari jalur diplomasi dan sanksi untuk mengakhiri aktivitas atom negeri itu. Media Iran melaporkan, unit-unit angkatan laut, udara, dan darat garda elite itu ambil bagian dalam latihan perang tiga hari di Teluk Persia dan Selat Hormuz, yang vital. Sekitar 40 persen perdagangan minyak dunia melewati kawasan perairan strategis tersebut. Beberapa pengamat militer Barat menyebutkan, Iran mungkin memakai "perang asimetris" jika berada di bawah serangan, misalnya dengan mengerahkan kawanan perahu cepat untuk mengganggu operasi musuh di Teluk. Radio pemerintah, IRIB, mengatakan, satuan-satuan Garda memasukkan ke operasi latihan itu untuk pertama kalinya kapal perang "pintar dan unik" yang dinamai Ya Mahdi. "Kapal penghindar radar berkecepatan tinggi Ya Mahdi mampu melacak dan membidik kapal-kapal musuh di atas permukaan dengan satu cara cerdas dan menghancurkan mereka," kata radio tersebut. Saat ini, IRIB menambahkan, perahu-perahu cepat itu sudah diproduksi massal.
Juru bicara manuver tersebut, Ali-Reza Tangsiri, menjelaskan, Ya Mahdi adalah kapal perang yang dikendalikan dari jarak jauh yang misil-misilnya bisa menciptakan lubang selebar 7 meter di kapal lawan.
Kantor berita IRNA menyebutkan, lebih dari 300 kapal perang cepat berbagai jenis ambil bagian dalam latihan. Kapal-kapal itu dilengkapi misil dan roket dan membawa Komandan Garda Revolusi. "Kapal-kapal itu bakal dianggap sebagai mimpi buruk musuh." Latihan tersebut mencuatkan sebuah hipotetis bahwa kapal perang musuh yang memasuki teritorial Iran menjadi target, dibidik, dan dihancurkan. Menurut Theodore Karasik, Direktur Riset di Institute for Near East and Gulf Military Analysis, penggunaan kawanan kapal-kapal cepat bisa menjadi "alat yang sangat efektif".
Latihan perang ini bertepatan dengan meningkatnya ketegangan Iran dengan Barat, yang cemas program nuklir Iran bertujuan mengembangkan bom. Iran membantah tuduhan itu. Amerika Serikat mendorong untuk keempat kalinya putaran sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Teheran karena penolakannya untuk menghentikan kegiatan nuklir yang sensitif seperti yang dituntut Dewan Keamanan PBB, termasuk langkah-langkah menghadapi manuver Garda.
Sementara itu, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad memulai lawatan ke Afrika, Zimbabwe dan Uganda. Sebelum keberangkatan di Bandara Internasional Mehrabad kemarin, kepada wartawan, sang presiden mengatakan bahwa lawatan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintahnya mempererat hubungan dengan negara-negara Afrika. (diakses dari www.tempointeraktif.com).
Analisa!
Iran adalah negara yang diembargo secara militer oleh negara-negar barat, khusunya amerika serikat. ini dimulai ketika Iran berhasil menumbangkan kekuasaan reza pahlevi dan membentuk pemerintahan republik islam Iran dibawah kepemimpinan Ayatollah Khomeini. namun iran sekarang adalah iran yang maju dan diluar perkiraan barat, bahwa Iran akan segera runtuh. berbekal sikap mandiri, yakin dengan kemampuan bangsa sendiri, kecintaan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, dan setia dengan garis kepemimpinan islam ; beragam embargo yang telah puluhan tahun menghantam iran, justru berbuah kemajuan yang sangat luar biasa. Perkembangan sains dan nuklir Iran, layak untuk disandingkan dengan beragam prestasi yang mencengangkan dunia. dalam hal militer, Iran merupakan militer yang disegani di wilayah persia dan timur tengah. Militer yang menggoncangkan nyali amerika dan israel, dan tidak dapat digertak dengan imbalan apapun

            Keterlibatan Iran, langsung maupun tidak langsung di Negara-negara sekitarnya mengundang pro dan kontra. Contohnya saja Iran di sinyalir menempatkan sebagian kekuatan angkatan lautnya di Sudan untuk membantu pemerintahan Omar Hassan Bashir yang berorientasi Islam. Dan banyak lagi bantuan Iran terhadap Negara-negara di Timur Tengah yang berorientasikan Islam.
            Meski pasca Revolusi Islam Iran politik luar negeri Iran mulai bergeser kearah lebih pragmatis, Iran di era Khatami berhasil memperbaiki dan meningkatkan hubungan dengan banyak Negara di Timur Tengah, Eropa dan Lembaga Internasional. Hanya saja Iran masih belum bisa memperbaiki hubungannya dengan AS. Itu dikarenakan kebijakan AS yang belum meninggalkan hegemoninya di Timur Tengah dan dukungannya terhadap Israel. Karena Iran akan tetap berkomitmen mendukung hak-hak rakyat Palestina. Salah satu fokus kebijakan politik luar negeri Iran di tingkat regional, adalah menyangkut konteks isu Palestina itu.
            Kebijakan politik luar negeri Iran secara umum didasarkan pada atas strategi yang dianut pasca revolusi, beberapa strategi Iran tersebut diantaranya adalah; Pertama, mencegah masuknya pengaruh asing di Teluk Persia. Sedangkan keamanan regional harus dipikul bersama oleh Negara-negara setempat. Karena itu, Iran sangat mengancam kehadiran militer Barat pasca perang Teluk II di Teluk Persia. Kedua, menganut politik anti-Zionis dan menolak kesepakatan damai Arab-Israel. Secara umum kebijakan politik luar negari Iran pasca Revolusi tahun 1979 menyangkut dua isu yaitu kebijakan anti-Israel dan anti pengaruh asing.
Sehingga dapat disimpulkan menjadi dua hal yang sangat diperlukan bagi upaya membendung ambisi AS untuk menjadi kekuatan absolut di Teluk Persia. Pertama ialah kesiapan pertahanan Iran dan kemudian kewaspadaan semua negara Teluk di depan agitasi AS. Pendudukan atas Irak dan ancaman terhadap Iran menjadi medium AS untuk menciptakan ketakutan di kawasan Teluk. Namun, target AS ini tak terpenuhi. Manuver militer Iran membuktikan bahwa nyali dan daya pertahanan Iran tetap solid, dan di saat yang sama, negara-negara Arab Teluk tidak termakan oleh propaganda kotor AS tentang manuver Iran tersebut.
Dalam hal ini, untuk menjaga keamanan negara dan kedaulatan wilayah sering kali digunakan penekanan pada kekuatan di bidang militer. Hal ini berdasarkan pada teori realis yang memandang bahwa setiap negara selalu mencari power dan perang karena sifat dasar dari dunia internasional adalah anarki, konfliktual, dan kompetitif, dan aktor utamanya adalah negara yang berinteraksi dalam politik internasional.
Asumsi dasar dari realisme sendiri yaitu; a. manusia adalah sama b. manusia berinteraksi dalam lingkungan yang anarkis c. manusia diarahkan oleh kompetisi, dimana muncul rasa ketidak percayaan diri. Oleh karena itu, semua manusia pada dasarnya berkompetisi untuk kepentingan diri sendiri. Kemudian, terjadilah realitas dilema keamanan (security dilemma) yang terjadi saat pencapaian keamanan perseorangan dan domestik melalui penciptaan negara selalu disertai dengan ketidakstabilan keamanan nasional dan internasional yang berakar dari sistem anarki negara[1]. Dalam hal ini, Iran dan Amerika Serikat adalah dua pihak yang memiliki persamaan, yaitu sama-sama memiliki kepentingan untuk mempertahankan diri dan mempertahankan kebebasannya.






[1]  Thomas Hobbes, Leviathan (1651)

No comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam