Saturday, January 15, 2011

Balance of Threat: Koreksi Atas Teori Balance of Power

Oleh. Cecep Zakarias El Bilad Esai ini disampaikan pada diskusi mingguan The Malang School: Forum for International Relations Studies, Senin 12 Juli 2010. Dalam Disiplin Ilmu Hubungan Internasional (HI), balance of power (BOP) adalah salah satu teori kunci. Teori ini lahir dari rahim Realisme, paradigma teoritik paling tua dan dominan dalam HI. Dari teori ini kemudian muncul konsep aliansi dan bandwagoning sebagai alat operasionalisasi teori tersebut. Namun dalam pekembangannya, muncul kritik atas teori ini. Kritik sekaligus revisi yang sangat cemerlang dilontarkan oleh Stephen M. Walt dengan teorinya balance of threat (BOT). BP memiliki beragam definisi. Salah satunya adalah kondisi terjadinya pemerataan distribusi kekuatan dalam sistem internasional sehingga setiap negara merasa terjamin keamanannya (Dougherty&Pfaltzgraff, 2001:41). Menurut para teoritisi realis, keamanan nasional menjadi salah satu pertimbangan utama setiap negara dalam berinteraksi dengan negara lain. Menurut Kenneth N. Waltz, sistem internasional adalah anarkis (Waltz, 1979: 93). Artinya, dalam sistem internasional tidak ada hukum atau pemerintahan yang mengatur negara-negara sebagai unit dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, setiap negara berpacu untuk mengamankan dirinya sendiri dari ancaman negara lain. Jika negara itu lemah, maka ia dalam bahaya karena setiap negara berlomba-lomba memenuhi kepentingan nasionalnya. Sementara sumber daya yang tersedia di alam ini sangat terbatas, setiap negara akan melakukan apapun demi terjaminnya kepentingan dan keamanannnya termasuk perang. Kondisi demikian mendorong negara-negara untuk selalu menciptakan perimbangan kekuatan (Waltz, 1979: 118). Negara-negara melakukan perimbangan (balancing) dengan dua cara, yaitu aliansi dan bandwagoning. Negara akan beraliansi jika dihadapkan pada ancaman atau dominasi dari negara lain yang kuat/lebih kuat untuk melakukan perimbangan kekuatan. Menurut Walt, ada dua alasan negara membentuk aliansi. Pertama, untuk menghentikan negara lain yang berpotensi menjadi kekuatan hegemon. Kedua, untuk memperluas atau memperdalam pengaruh atas negara lain yang lebih lemah yang tergabung dalam aliansi, karena negara-negara anggota yang lemah itu lebih membutuhkan perlindungan daripada yang kuat (Walt, 1985:5-6). Sedangkan, bandwagoning adalah koalisi yang dilihat dari perspektif negara lemah. Dalam sistem internasional yang anarkis, negara yang berada di dekat atau di antara superpower “mengekor” kepada salah satu negara superpower tersebut agar kepentingan dan keamanan nasionalnya terjamin. Walt menjelaskan bahwa, ada dua motif negara melakukan bandwagoning. Pertama, sebagai strategi memperoleh keamanan. Negara lemah berkoalisi dengan superpower untuk menghindari serangan dari superpower tersebut. Kedua, sebagai strategi kemenangan. Negara menjalin koalisi dengan negara lain yang kekuatannya lebih dominan agar mendapatkan the spoils of victory dalam melawan negara atau aliansi lain baik berupa territorial maupun pengaruh. Contohnya adalah Italia yang berkoalisi dengan Jerman pada Perang Dunia II. Defensive Structural Realist. Salah satu varian dalam paradigma Realisme adalah Defensive Structural Realism. Varian ini memiliki asumsi dasar bahwa sistem internasional yang anarkis menggiring negara-negara untuk berperilaku secara rasional untuk menjamin keamanannya. Perilaku negara adalah respon atas ancaman dari luar atau sistem (Zakaria, 1992: 190-191). Berangkat dari asumsi tersebut, Stephen M. Walt menciptakan teori balance of threat. Menurut teori ini, dalam sistem internasional yang anarkis dan cenderung pada tidak adanya distribusi kekuatan yang berimbang, negara akan menggalang aliansi dengan atau melawan kekuatan yang paling mengancam (Walt, 1985:8-9). Aliansi adalah respon atas ketidakseimbangan ancaman (imbalances of “threat”), bukan ketidakseimbangan kekuatan (imbalance of “power”) (Legro&Moravcsik, 1999: 36). Jadi, berbeda dengan BOP Dengan begitu, berbeda dengan logika BOP yang melihat balancing sebagai kondisi alamiah dalam sistem internasional yang terdiri dari unit-unit negara ketika terjadi ketidakmerataan distribusi kekuatan terutama militer (lebih tepatnya, ini adalah konsepsi BOP menurut Neoralism/Structrual Realism), BOT berasumsi bahwa, balancing adalah respon yang dilakukan oleh negara atau beberapa negara terhadap negara lain yang memiliki power (militer, ekonomi, teknologi, dll) besar atau lebih besar dari yang dimiliki negara tersebut. Berbeda dari BOP yang melihat pengaruh power itu sendiri terhadap sistem internasional, BOT melihat akibat dari kepemilikan power tersebut terhadap sistem. Berangkat dari asumsi dasar neorealist bahwa sistem internasional adalah anarkis, bahwa tidak ada pemerintahan yang mengatur negara-negara sehingga setiap negara harus menjamin keamananannya sendiri dalam pergaulan regional maupun global, dan bahwa setiap negara bertindak untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik ekomoni maupun keamanan, Walt memandang bahwa kepemilikan power oleh sebuah negara, misalnya rudal balistik atau bahkan senjata nuklir, akan mengancam keamanan dan kepentingan nasional negara-negara lain terutama yang berada di sekitarnya. Walt lebih lanjut menjabarkan sumber-sumber ancaman bagi negara (Walt: 9-13). Pertama, aggregate power. Jenis ancaman ini berasal dari level atau jumlah relative power yang dimiliki oleh suatu negara. Semakin besar kekuatan yang dimiliki seperti populasi, industri, militer, teknologi, dan lain sebagainya, akan semakin besar potensi ancamannya bagi negara lain. Uni Eropa “mungkin” dapat dikatakan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan kekuatan agregat di antara negara-negara Eropa Barat. Dalam sejarahnya, saat persebaran kekuatan di wilayah tersebut tidak merata, terjadi ketidakstabilan sistem sehingga menyebabkan peperangan bebar dalam sejarah dunia (Perang Dunia I dan Perang Dunia II). Kedua, proximity. Semakin dekat dekat jarak sebuah negara, semakin besar potensi ancaman yang dimiliki bagi negara lain. Sebagai contoh, Perang Arab-Israel I pada 1948 terjadi antara Israel melawan koalisi Arab yaitu Mesir, Libanon, Yordania, Suriah dan Irak. Negara-negara Arab lain seperti Arab Saudi, Oman, Yaman dan Libya tidak terlibat perang, karena negara-negara tersebut tidak berbatasan langsung dengan Israel. Ketiga, offensive power. Negara yang memiliki kapabilitas militer kuat lebih memprovokasi terjadinya aliansi dalam sistem daripada negara yang kemampuan militernya lemah atau yang militernya hanya untuk pertahanan diri. Bagi Arab Saudi, pertumbuhan postur militer Iran akhir-akhir ini menjadi sangat mengkhawatirkan, karena dilihat dari kualitasnya, kemampuan militer Iran tersebut persen lebih dari seketar untuk pertahanan diri. Maka tidak mengherankan jika aliansi Arab Saudi dengan AS semakin erat seiring dengan perkembangan agresifitas Iran. Keempat, offensive intention. Negara yang agresif selalu memicu terbentuknya aliansi negara-negara lain. GCC terbentuk di antara negara-negara Arab Teluk adalah sebagai reaksi atas agresifitas Iran. Pada tahun 2006 GCC kembali mempererat aliansinya dengan AS untuk merespon Iran yang kembali agresif sejak dipimpin oleh Mahmoud Ahmadinejad (Knapp, 2010). Bagi GCC Iran dianggap lebih berbahaya daripada AS karena AS tidak menunjukkan ambisi ofensif di kawasan tersebut meskipun memiliki kapabilitas militer yang jauh lebih kuat dari pada Iran. Keempat sumber ancaman tersebut merupakan kondisi-kondisi yang menggiring negara-negara dalam sistem internasional untuk membangun aliansi atau melakukan bandwagoning. Keempatnya juga menunjukkan kompleksitas balancing dalam konsepsi Walt, sehingga dalam bukunya The Origins of Alliances Walt secara eksplisit dia menyebutnya sebagai parsimonious revision of realist balance-of-power theory (Legro&Moravcsik: 36). Teori Walt mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh teori BOP. Bahan Bacaan Dougherty, James E. & Robert L. Pfaltzgraff, JR. 2001.Contending Theories of International Relations: A Comprehensive Survey. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Knapp, Patrick. The Gulf States in the Shadow of Iran: Iranian Ambition, Middle East Quraterly. Winter 2010, pp.49-59, dari http://www.meforum.org/2580/gulf-states-shadow-of-iran. Diakses 26 April 2010. Legro, Jeffrey W. & Andrew Moravcsik. Fall 1999. Is Anybody Still a Realist? dalam International Security. Vol.24, No. 2: 5-55. Walt, Stephen M. Spring 1985. Alliance Formation and The Balance of World Power, dalam International Security. Vol.9, No.4: 3-43. Waltz, Kenneth N. 1979. Theory of International Politics. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Zakaria, Fareed. Summer 1992. Realism and Domestic Politics: A Review Essay, dalam International Security. Vol. 17, No.1: 177-198.

No comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam