PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam tahun-tahun ini, para ekonom semakin menyadari betapa pentingnya implikasi-implikasi yang ditimbulkan oleh berbagai persoalan lingkungan hidup terhadap keberhasilan upaya-upaya pembangunan ekonomi. Sekarang kita memahami bahwa interaksi antara kemiskinan dengan degradasi lingkungan dapat menjurus ke suatu proses perusakan tanpa henti. Bertolak dari kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang mendesak dan adanya sikap yang cenderung masa bodoh, banyak anggota masyarakat di berbagai Negara yang secara tidak sadar ikut melakukan perusakan lingkungan hidupnya sendiri yang sesungguhnya merupakan tumpuan dasar kehidupan mereka secara keseluruhan, baik untuk sekarang ataupun masa-masa mendatang[1].
Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas hidup yang pada akhirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di Negara-negara lemah, terutama kesejahteraan alamiayah yang semakin rusak.
Kerusakan atau degradasi lingkungan juga dapat menurunkan laju pembangunan ekonomi tingkat produktivitas sumberdaya alam yang semakin berkurang serta munculnya berbagai macam masalah kesehatan dan gangguan kenyamanan hidup. Pada gilirannya, semua itu harus dipikul dengan biaya yang sangat tinggi. Dua puluh persen penduduk dunia yang paling miskin adalah kelompok pertama dan yang paling banyak menanggung beban kerusakan lingkungan. Degradasi lingkungan hidup yang sedemikian parah di berbagai tempat akibat tekanan lonjakan pertumbuhan penduduk terhadap lahan yang ada, telah menyusutkan tingkat produktivitas lahan pertanian produksi pangan perkapita. Karena pengelolaan dan pengolahan lahan marjinal merupakan sumber nafkah bagi kelompok penduduk paling miskin, maka merekalah yang paling banyak menderita sehubungan dengan kerusakan lingkungan hidup[2].
Penyelamatan lingkungan adalah komitmen dan idealisme utama yang harus di perjuangkan. Karena itu, ketika upaya-upaya persuasif hanya menjadi sebuah retorika, Greenpeace akan melakukan presure (tekanan) dengan aksi-aksi nekat yang tergolong membahayakan keselamatan, termasuk melanggar aturan sebuah negara.
Termasuk salah satu international non governmental organization di dunia, Greenpeace telah berkembang pesat serta memiliki perwakilan tetap pada 41 negara, termasuk Indonesia yang semuanya berhubungan dengan pusat greenpeace internasional di wilayah Amsterdam. Perkembangan greenpeace sendiri telah memperoleh dukungan massif dari individu-individu yang peduli terhadap lingkungan serta upaya konservasinya, baik dukungan langsung maupun pendanaan,khusus untuk pendanaan greenpeace tidak menerima dukungan pendanaan dari pemerintahan maupun koorporasi. Greenpeace sendiri dalam melakukan aksinya adalah dengan menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan untuk mengungkap permasalahan lingkungan global.
Secara georafis keterwakilan Greenpeace berada pada wilayah dengan populasi lingkungan hidup yang memiliki andil besar dalam perubahan iklim global. Termasuk wilayah Indonesia. Yang memiliki luas hutan hujan terbesar ke tiga di dunia. Di wilayah Indonesia sendiri, telah banyak kontribusi positif yang dilakukan oleh greenpeace terhadap konservasi hutan Indonesia.
Untuk mengetahui apa saja yang diperbuat oleh Greenpeace dalam melakukan perannya dalam konservasi lingkungan di Indonesia secara lebih dalam, maka diangkatlah judul : Peran Greenpeace dalam konservasi lingkungan di Indonesia.
B. Rumusan masalah
Melihat uraian diatas, maka rumusan masalah dari permasalahan ini adalah: Bagaimanakah peran greenpeace dalam konservasi lingkungan di INDONESIA?
A. Sejarah Singkat
Greenpeace adalah organisasi independen yang berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan untuk mengungkap permasalahan lingkungan global, dan untuk memaksa solusi bagi sebuah masa depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah untuk memastikan kemampuan bumi untuk kelangsungan hidup bagi semua keanekaragamannya.[3]
Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan internasional yang didirikan di Vancouver, British Columbia, Kanada pada 1971. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsung bersama dengan konfrontasi damai dalam melakukan kampanye untuk menghentikan pengujian nuklir angkasa dan bawah tanah, begitu juga dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan paus besar-besaran.Pada tahun-tahun berikutnya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lainnya, seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, dan rekayasa genetika.
Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amsterdam. Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu yang diperkirakan mencapai 2,8 juta para pendukung keuangan, dan juga dari dana dari yayasan amal, tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.
Asal mula Greenpeace dimulai dengan pembentukan formasi Don't Make A Wave Committee oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika di Vancouver pada 1970. Nama komite ini diambil dari sebuah slogan yang digunakan selama protes terhadap uji coba nuklir Amerika Serikat pada akhir 1969, komite datang bersama-sama dengan sasaran menghentikan ujicoba pemboman nuklir bawah tanah tahap ke-dua dengan kode Canikkin, oleh militer AS dibawah pulau Amchitka, Alaska. Kapal ekspedisi pertama disebut Greenpeace I, kapal ekspedisi ke-dua disebut Greenpeace Too!. Uji coba tidak berhasil dihentikan, tetapi komite telah membentuk dasar untuk aktivitas Greenpeace selanjutnya.
Bill Darnell adalah orang yang mengkombinasikan kata green (hijau) dan peace (damai), yang kemudian menjadi nama bagi organisasi ini. Pada 4 Mei 1972, setelah Dorothy Stowe menyelesaikan masa jabatan ketua Don't Make A Wave Committee, organisasi ini kemudian secara resmi mengganti namanya menjadi "Yayasan Greenpeace".
B. Greenpeace Di Asia Tenggara
Greenpeace sudah banyak bekerja di banyak wilayah di Asia, termasuk menghentikan importasi limbah berbahaya, menentang pengiriman radioaktif, berkampanye melawan terhadap pembinasaan hutan, melobi pemerintah mengenai isu-isu energi berkelanjutan dan menyoroti bahaya limbah pembakaran. Seringkali bersama dengan kelompok-kelompok lokal lainnya, Greenpeace telah menggalang kampanye sukses di Filipina, Taiwan, India, dan Indonesia. Greenpeace berkomitmen untuk mengembangkan keberadaan Asia pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an, dan Greenpeace membuka kantor pertamanya di Jepang (1989) dan kemudian di China (1997). Penjajakan awal juga dilakukan di Asia Tenggara dengan fokus utama pada Indonesia dan Filipina.
Asia Tenggara sangat berarti bagi masa depan kelestarian planet bumi. Warisan kekayaan alami yang ada di wilayah ini patut diperjuangkan kelestariannya. Walau demikian, seiring bertumbuhnya sektor ekonomi dan industri secara pesat dalam 30 tahun terakhir ini juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup besar. Dampak lingkungan di wilayah ini juga meluas ke luar batas-batas negara Asia Tenggara. Degradasi lingkungan yang parah telah dialami seantero Asia Tenggara. Disamping krisis keuangan yang melanda Asia belum lama ini, polusi dan penghancuran sumber daya alam semakin parah, sementara perusahaan-perusahaan multinasional dan negara-negara industri mengarahkan wilayah ini untuk ekspansi operasi dan teknologi mereka yang merusak lingkungan. Yang semakin memperparah masalah ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat Asia mengenai kerusakan lingkungan dan lemahnya mekanisme demokrasi untuk memperkuat masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Melihat pentingnya potensi pembangunan dan ancaman di wilayah ini, dan dalam rangka konsolidasi dan pengembangan kampanyenya di Asia Tenggara, Greenpeace meningkatkan kegiatannya di wilayah ini.
Asia Tenggara merupakan posisi kunci untuk menentukan keamanan lingkungan global. Selama 30 tahun terakhir, Greenpeace telah sukses berkampanye di negara-negara industri untuk mengurangi dan menghapuskan polusi dan degradasi lingkungan. Tetapi, usaha-usaha dan capaian ini dapat dengan mudah diputarbalikkan pada saat perusahaan-perusahaan multinasional tersebut tetap mengekspor teknologi kotor yang mengakibatkan penurunan dampak lingkungan di wilayah ini. Dengan demikian, setelah penjajakan bertahun-tahun dan berkampanye di negara-negara kunci, akhirnya Greenpeace berhasil membuka kantor di wilayah ini. Greenpeace Asia Tenggara secara resmi didirikan pada tanggal 1 Maret 2000.
C. Kegiatan Greenpeace di Indonesia
Pada dasarnya, Greenpeace berpegang pada prinsip aksi tanpa kekerasan (non violence direct action), hal itu semata-mata untuk mengembalikan hak-hak sipil masyarakat. Dalam melakukan aksinya, Greenpeace bersandar pada ideologi penyelamatan lingkungan.
Banyak kegiatan penyelamatan lingkungan yang telah dilakukan Grenpeace Internasional maupun Greenpeace Indonesia sendiri. Kami akan memberikan beberapa contoh kegiatan yang telah dilakukan oleh GI. Yang pertama, GI bersama LSM lingkungan hidup yang lain, seperti WALHI (Friends of the Earth Indonesia) dan MANUSIA (Masyarakat Antinuklir Indonesia), menyerukan kepada pemerintah Indonesia menghentikan upaya-upaya untuk mengembangkan energi nuklir di Indonesia. Aksi tersebut dilakukan pada tanggal 10 November 2006 yang lalu. Ketiga LSM tersebut mengkritik perjanjian kerjasama program nuklir yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Australia.
Mereka menyanggah pernyataan yang mengatakan bahwa program pengembangan nuklir tersebut dilakukan dengan tujuan damai dan dalam rangka kerjasama di bidang keamanan Indonesia-Australia. Mereka berpendapat bahwa, efek yang akan timbul dari program nuklir itu tidaklah hanya keamanan semata. Di kemudian hari, nuklir dapat menimbulkan terjadinya pelepasan radiasi yang mematikan dalam jumlah besar ke lingkungan. Materi radioaktif dapat secara terus menerus dibuang ke udara dan air. Hal itulah yang membuat penyebaran radiasi secara cepat dan meluas. Yang menjadi masalah utamanya adalah mengenai pembuangan limbah radioaktif.
Kegiatan lain yang mereka lakukan adalah mengadakan aksi damai di Departemen Kehutanan pada tanggal 11 Desember 2006 yang lalu. Greenpeace meminta agar mencabut “Izin Membunuh Hutan” yang diberikan pemerintah kepada HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Greenpeace menuntut pemerintah untuk mencegah kerusakan hutan lebih lanjut, dengan mencabut izin yang sudah ada dan berhenti memberikan izin baru bagi HPH.
Kegiatan yang ketiga, pada tanggal 2 Februari 2007 yang lalu, GI mengadakan Kampanye Energi Bersih dengan menyelenggarakan pameran yang berjudul “Clean Energy Revolution” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pemeran tersebut dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar. Tujuan dari pameran itu adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum mengenai bahaya energi kotor, terutama pembangkit listrik tenaga nuklir dan batubara, dampak dari perubahan iklim, serta memberikan solusi untuk menerapkan penggunaan energi yang dapat diperbaharui dan efiensi energi dalam kehidupan sehari-hari. Pameran yang berlangsung selama enam bulan itu, juga diadakan di Bandung, Semarang, Jepara, Surabaya, dan Denpasar.
Semua kegiatan itu dilakukan Greenpeace tanpa bergantung pada sokongan dana pemerintah maupun perusahaan. Sejak tahun 1971, Greenpeace hanya mengandalkan dukungan dana dari masyarakat maupun lembaga tertentu.
KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang dapat penulisan simpulkan dari makalah ini. Yang pertama adalah mengenai Greenpeace, dan khususnya mengenai Greenpeace Indonesia (GI) sendiri. Greenpeace merupakan organisasi (Non Goverment Organization) kampanye yang independen dan dalam aksinya, Greenpeace menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan (non violence direct action). Menurut analisa penulis, Greenpeace menggunakan ideologi penyelamatan lingkungan dalam kampanyenya. Hal tersebut dikarenakan GI sendiri hadir untuk mengungkapkan masalah lingkungan hidup serta mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai. Ideologi tersebut kami kategorikan sebagai ideologi ekologisme dengan memakai pandangan kedua.
Dalam kegiatannya, GI menentang adanya eksploitasi terhadap lingkungan, khususnya terhadap kaum kapitalis. Kaum kapitalis cenderung mengesampingkan persoalan konservasi lingkungan. Mereka lebih mementingkan kepentingan produksi mereka daripada dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan. Misalnya saja, kelestarian hutan mulai terabaikan akibat penebangan liar yang besar-besaran oleh pemilik izin HPH. Padahal, yang akan mendapat keuntungan produksi nantinya adalah para kaum kapitalis itu sendiri dan penguasa, bukan masyarakat sipil.
Penulis beranggapan, untuk masalah izin penebangan hutan kepada HPH sebaiknya kuasa untuk mengeluarkan izin harus diseimbangi dengan kuasa untuk menjaga hutan dan masyarakat kita dari kerusakan yang semakin parah ini. Selain itu, pemerintah sendiri juga perlu bertindak tegas dalam menegakkan suatu aturan perundang-undangan. Peraturan diharapkan tidak memihak kepada kaum pengusaha, tetapi lebih kepada konservasi lingkungan dan hak-hak masyrakat sipil lainnya untuk menikmati lingkungan yang bersih, hijau, dan damai serta bebas dari pengeksploitasian lingkungan.
No comments:
Post a Comment
silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam