Monday, December 13, 2010

KEPENTINGAN EKONOMI INDONESIA DALAM PERTEMUAN APEC 2010 DI JEPANG

Oleh : Moh Abu Bakar/Abim Pribumi (06260140)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Dalam era globalisasi, perkembangan hubungan internasional semakin diperkaya dengan adanya fenomena perdagangan bebas. Pada prinsipnya perdagangan bebas atau  free trade adalah suatu bentuk penjabaran ekonomi suatu negara yang mekanisme kebijakan perekonomiannya diserahkan kepada kebijakan pasar dengan meminimalkan seminim mungkin peran negara bahkan diharapkan sama sekali tidak ada intervensi/campur tangan dari negara.[1]
            Ide ini terus bergulir, melahirkan berbagai integrasi ekonomi regional dan global secara bertahap. Hal ini dapat dilihat dari berbagai bentuk kesepakatan regional, multilateral ataupun global, yang sudah ditandatangani sebagian besar negara-negara dunia untuk lebih mengintegrasikan perekonomiannya. Indonesia pun mau tidak mau terlibat didalamnya, yang antara lain bergabung dalam AFTA, APEC, dan WTO (GATT).[2]
            Salah satu kerjasama regional tersebut adalah APEC, suatu forum kerjasama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik.  Forum tersebut berdiri tahun 1989 dan beranggotakan 21 ekonomi - Australia, Brunei Darussalam, Canada, Chile, China, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, New Zealand, Papua New  Guinea, Peru, Philipina, Russia, Singapore, China Taipei, Thailand, dan Amerika serikat.[3]  
APEC merupakan forum kerjasama yang penting dan strategis dalam perekonomian dunia mengingat dengan jumlah penduduk 2,5 miliar, secara keseluruhan anggotanya  mempunyai produk domestik bruto sebesar 19 triliun US dollar dan mencakup 45 persen perdagangan dunia. Dalam sepuluh tahun terakhir, forum kerjasama ekonomi tersebut telah membuktikan diri sebagai kawasan ekonomi yang dinamis dan menyumbangkan 70 persen dari pertumbuhan ekonomi dunia. 
Dengan keragaman sistem politik, tingkat pembangunan/kemakmuran dan nilai sosial-budaya, maka APEC perlu mengembangkan suatu proses yang cocok untuk mencapai tujuannya.  Keberhasilan dalam  hal ini akan mendorong APEC memainkan peran yang semakin penting, bahkan menjadi salah satu kunci bagi peningkatan kesejahteraan dan stabilitas dunia di masa mendatang.
Untuk itu pada petermuan APEC 2010 di jepang ini di gelar dengan tema, yakni Change and Action, yang menggambarkan tekad APEC dalam melakukan langkah-langkah konkrit guna menghadapi berbagai tantangan serta perubahan untuk mengikuti tuntutan perkembangan dunia.[4]
Oleh karena itu untuk mempersiapkan diri menyongsong APEC maka tahap awal kita perlu melihat pada posisi apa kita sekarang, atau bagaimana kondisi ekonomi kita, dikaitkan dengan aspek persaingannya, untuk menuju persaingan bebas itu?  Jika menatap aspek ini, maka nampak bahwa masih banyak yang perlu dibenahi dalam perekonomian nasional ini. Misalnya saja yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan yang masih cukup restriktif. walaupun pemerintah sudah melakukan upaya untuk menurunkan tingkat proteksi, namun demikian sejauh ini tingkat proteksi efektif kita masih sangat tinggi dibandingkan kebanyakan negara ASEAN maupun APEC lainnya.
            Di samping itu masih banyak ditemui dalam perekonomian nasional adanya sektor atau unit usaha yang masih mengandalkan fasilitas ataupun perlindungan untuk dapat berkembang dan bertahan dalam bidang usahanya tersebut. unit-unit usaha seperti ini tidak akan mungkin terus dipertahankan, karena pada waktunya akan terdesak ke pinggir oleh unit usaha asing yang masuk ke tanah air kita. Mereka akan kalah bersaing dan menjadi pengusaha-pengusaha marginal, atau bahkan terlempar dari pasar.[5]
Untuk menyongsong era APEC, maka praktek-praktek yang demikian tidak bisa lagi dipertahankan, sebab akan memperlemah daya saing produk kita di dalam maupun luar negeri. Di pasar dalam negeri yang kian bebas, produk indonesia akan terancam oleh pesaing-pesaing dari Asia Pasifik yang mungkin lebih efisien, karena mereka sudah lebih dulu berpangalaman dalam persaingan bebas. Untuk menghindari ini maka mau tidak mau proses deregulasi dan debirokratisasi yang sudah ada saat ini perlu dipercepat, dan menghindarkan adanya pengaruh “vested interest group” dalam melakukan deregulasi dan penyusunan kebijakan ekonomi tertentu. Orientasi dari kebijakan harus dapat di jelaskan secara transparan dan benar-benar didasari untuk mempersiapkan diri pada era keterbukaan ekonomi tersebut.[6]
Meskipun kontribusi usaha kecil dan menengah di Indonesia terhadap ekspor tidak sebesar negara-negara lain, namun merupakan unit usaha yang terbanyak menyerap kesempatan kerja, terbanyak juga dalam jumlah unit usahanya. Usaha kecil dan menengah ini juga melayani kebutuhan masyarakat menengah ke bawah, dalam batas-batas tertentu, telah memberikan kontribusinya dalam memasukkan devisa, khususnya dari sektor industrinya.
Bagi negara-negara seperti Indonesia yang tingkat keterbukaan ekonominya sangat tinggi (dilihat dari rasio perdagangan internasional terhadap PDB), maka adanya liberalisasi ekonomi akan memberikan peluang lebih besar untuk memasuki pasar internasional tanpa khawatir dihambat oleh berbagai proteksi. Arus modal ke Indonesia juga diharapkan bisa meningkat lebih besar guna mengatasi kekurangan kapital yang dihadapi indonesia sejak dulu sampai sekarang. Masuknya kapital atau modal yang melakukan intervensi di Indonesia, akan keterbatasan pasar. karena walaupun industri atau pabrik yang dibangunnya berada di Indonesia, mereka dapat menjual hasilnya ke negara lain tanpa hambatan berarti. Jadi, dengan liberalisasi ekonomi skala ekonomi dari intervensi yang besar tidak lagi merupakan problematik sebagai akibat luasnya pasar.
Dalam konteks persoalan SDM di Indonesia, memang sangat kompleks. padahal SDM ini sangat menentukan keberhasilan dalam era globalisasi atau liberalisasi tersebut. masalahnya tidak saja pada jumlah yang besar dengan tingkat pertumbuhan relatif tinggi, melainkan juga berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kualitas yang rendah, sehingga kemampuan produktivitasnya sangat rendah.[7]
Berdasarkan penjelasan di atas, setiap negara dapat dipastikan memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri ketika memutuskan untuk ikut serta dalam kerjasama APEC, termasuk Indonesia. Dalam hal ini peneliti mencoba akan menelusuri lebih jauh kepentingan-kepentingan ekonomi Indonesia dalam mengahadiri pertemuan APEC 2010 di Jepang.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia termasuk negara yang aktif dalam berbagai organisasi internasional yang melakukan praktek-praktek perdagangan bebas, seperti APEC (Asia Pasific Economic Coorporation). Tentu, seperti perilaku negara pada umumnya yang memiliki kepentingan nasional, dapat dipastikan bahwa Indonesia memiliki kepentingan-kepentingan khusus dalam perdagangan bebas sebagai tindak lanjut dari kepentingan nasionalnya, khususnya dalam bidang ekonomi. Oleh sebab itu, mengkaji tentang kepentingan ekonomi Indonesia dalam kerjasama APEC sangat menarik untuk dilakukan.

1.2        Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan ini adalah Apa saja kepentingan Indonesia dalam pertemuan APEC 2010 di Jepang ?
1.3        Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1.      Untuk mengetahui perkembangan usaha kecil menengah (UKM) dalam kerjasama APEC.
2.      Untuk mengetahui apa saja kepentingan-kepentingan Indonesia dalam pertemuan APEC 2010 di Jepang.
3.      Untuk mengetahui perkembangan program-program APEC atas Indonesia.

1.4        Manfaat atau Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini, peneliti bagi dalam dua aspek, yaitu:
1.      Bagi Keilmuan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi perluasan wacana dan pemenuhan referensi keilmuan bagi studi-studi hubungan internasional khususnya dan masyarakat luas pada umumnya yang berhubungan dengan perdagangan bebas.
2.      Bagi Praktek
Penulis berharap dengan adanya penelitian ini, dapat membantu para pembuat kebijakan di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri yang berhubungan dengan perdangan bebas.


1.5       Kerangka Pemikiran
1.5.1    Penelitian Terdahulu
Salah satu penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah kerjasama APEC diantaranya berjudul : Strategi Membangun Keunggulan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Di Indonesia Dalam Era Perekonomian Baru, oleh I Wayan Dipta,[8] dalam penelitian tersebut, Wayan menyimpulkan, bahwa Beberapa hal yang menjadi poin penting guna mampu memenangkan persaingan global memasuki perekonomian baru, yaitu (1) setiap pelaku bisnis khususnya UKM harus selalu kreatif, inovatif, dan mampu memahami perubahan yang terjadi terutama perilaku pasar dan tenaga kerja atau buruh; (2) mampu menggali dan mengembangkan sumberdaya lokal yang memiliki keunggulan yang komparatif menjadi keunggulan kompetitif, (3) adanya komitmen bersama untuk mengembangkan pengusaha baru yang memiliki semangat dan jiwa kewirausahaan yang tinggi dan (4) peran perguruan tinggi sangatlah central dalam memajukan UKM guna mampu bersaing dalam pasar bebas Di samping hal tersebut di atas, beberapa upaya lain yang juga penting untuk dilakukan dalam pengembangan UKMK adalah: 1) Perlunya fokus dan prioritas di dalam pemberdayaan UKMK karena adanya keterbatasan sumberdaya. 2) Masalah kompetensi juga perlu menjadi perhatian, terutama peningkatan kualitas SDM dan akses perdagangan luar negeri (ekspor). 3) Masalah iklim berusaha yang kondusif dan infrastruktur untuk pengembangan UKMK masih perlu ditata kembali, terlebih lagi menghadapi era otonomisasi yang mengindikasikan justru akan menghambat tumbuhnya UKMK. 4) Guna meningkatkan daya saing UKMK, pengembangan business networks akan sangat penting terutama melalui e-business networks.
Penelitian ini mencoba memberikan terobosan bagaimana tingkat UKM suatu negara mampu memenangkan persaingan global memasuki perekonomian baru, adanya tantangan yang disebabkan oleh blok atau kawasan dalam perdagangan dan ivestasi yang bebas. namun penulis kurang memberikan perkembangan persaingan global tingkat UKM khususnya di wilayah kawasan ASEAN.
Penelitan terdahulu yang lain terkait hubungan indonesia dengan kerjasama APEC Berjudul Pengaruh APEC Terhadap Perkembangan Perekonomian Indonesia oleh Farra Desyinta[9] tahun 2009. Dalam penelitiannya tersebut Farra melakukan analisis mengenai pengaruh APEC terhadap ekonomi Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa keikutsertaan Indonesia  dalam forum APEC khususnya di bidang ekonomi telah memberikan manfaat bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Manfaat tersebut dapat dilihat dari berbagai bentuk kerjasama dengan negra-negara anggota APEC yaitu di bidang ekonomi meliputi kerjasama perdagangan yang hampir rata-rata ekspor dari keseluruhan ekspor Indonesia berada pada negara-negara APEC terutama ekspor non-migas yaitu sekitar 70% ekspor non-migas memasuki pasar APEC. Berikutnya adalah masuknya penanaman modal asing dari APEC.
Berbeda dengan hasil penelitian diatas, peneliti melakukan konsentrasi atas aspek ekspor dan impor serta perkembangan ivestasi Indonesia dalam kerjasama APEC, namun peneliti Wayan diatas mencoba memecahkan masalah terobosan bagaimana tingkat UKM suatu negara mampu memenangkan persaingan global memasuki perekonomian baru.
Beberapa penelitian terdahulu tersebut, penulis dapat membandingkan apa yang akan diteliti. sehingga dalam hal ini, berbeda dengan penelitian sebelumnya peneliti hanya akan lebih memfokuskan pada perekonomian Indonesia yang dilihat dari segi implimentasi dari hasil pertemuan APEC di jepang dan perkembangan dalam usaha kecil menengah yang ada dalam program-program APEC.

1.5.2    Konsep
1.5.2.1 kosep ketergantungan
            Salah satu konsep utama yang dapat dipakai untuk menggambarkan sifat sistem internasional saat ini adalah konsep interdepedensi. konsep ini menyatakan bahwa negara bukan aktor independen secara keseluruhan, malah negara saling bergantung sama lain. tidak ada satu negara pun yang secara keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya, masing-masing tergantung pada sumberdaya dan produk dari negara lainnya. karena itu kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu negara akan memeberikan akibat yang cepat dan serius pada negara lainnya, bahkan kebijakan domestik pun bisa memiliki implikasi yang lebih luas ke negara lainnya.[10]
Permasalahan yang paling mendasar dari kehidupan di negara-negara berkembang ialah kemiskinan sekalipun mereka banyak memiliki sumber-sumber kekayaan alam (raw material) kemajuan yang kuat bagi negara-negara berkembang untuk melepaskan diri dari kemiskinan baik karena produk sejarah penjajahan yang panjang karena pemerintahnya ‘salah urus’ maupun akibat menjadi objek negara-negara besar dan industri maju.[11]
            Dalam studi Ekonomi Politik Kontemporer, banyak dikemukakan substansi tentang proses hubungan utara-selatan terutama implikasi ketergantungan, keterbelakangan atau dampak buruk proses globalisasi internasional. Dalam hal ketergantungan misalnya, realitas itu terjadi tidak hanya karena faktor eksternal belaka juga faktor internal. Pengamatan mendalam terhadap faktor internal berhubungan dengan kendali pemerintah negara yang terjadi dari pemahaman atas struktur dan stratifikasi sosial ternyata bermanfaat amat. Fernando Henrique berpendapat bahwa mata rantai definisi ketergantungan ekonomi mengisyaratkan adanya suatu hubungan antara kelas-kelas, negara-negara dan perusahaan lokal dan asing. analisis kelompok-kelompok sosial dan politik dalam konsep ini diharuskan mencakupi hubungan-hubungan dengan mitra-mitra internasional.[12]
            Berkaitan dengan hal itu, sebagian kelas atau kelompok lokal mempertahankan ikatan-ikatan ketergantungan, karena dapat memperkokoh kepentingan-kepentingan ekonomi politik mereka dengan kehadiran pihak asing.[13] dapat diperjelaskan bahwa APEC merupakan suatu forum yang memiliki ketergantungan yang sangat kuat dengan sesama negara-negara anggotanya karena :
- Negara-negara anggotanya memiliki kesamaan dalam kepentingan ekonomi yaitu mengembangkan perdagangan bebas dan investasi serta meningkatkan usaha-usaha kecil menengah.
-  Negara-negara anggotanya mempunyai keterikatan dalam mensukseskan program-program APEC demi kesejahteraan rakyat negaranya.
- Negara-negara anggotanya mempunyai karakteristik dalam informasi dan penyikapan masalah-masalah global
- Negara-negara anggotanya mempunyai ketergantungan penuh dalam kerjasama menjaga stabilitas perekonomian global
- Negara-negara anggotanya mempunyai kesamaan keanggotaan dalam organisasi internasional
Keadaan ini adalah situasi di mana hubungan antara negara/aktor yang satu dengan negara/aktor yang lain saling memerlukan di antara masing-masing pihak dan menimbulkan situasi saling mempengaruhi.[14]
Di dalam gerak langkahnya, APEC sebagai suatu wahana kerjasama ekonomi regional, melalui berbagai programnya telah pula melakukan upaya-uapaya dan terobosan untuk mencapai tujuan kesejahteraan perekonomian bagi para anggotanya. Salah satu usaha mendasar yang mulai dirintis dan kini tengah pula dikembangkan adalah usaha mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh, trampil dalam penguasaan teknologi dan manajemen.[15] 

1.5.2.2 Konsep Integrasi      
Dengan mempertimbangkan makna yang luas dari integrasi, maka dalam memahami konsep integrasi secara menyeluruh kita akan menemui banyak kesulitan. untuk itu Walter S. Jones mengajukan definisi integrasi dalam ekonomi. Sektor ini merupakan sektor yang paling kompleks dan berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar manusia. integrasi di sektor ini paling sering dilakukan dalam bentuk ‘pasar bersama’, di mana setiap negara anggotanya mengkonsolidasikan semua atau sebagian aktivitas perekonomian mereka. fungsi utama pasar bersama yaitu meningkatkan potensi ekonomi melalui konsolidasi kebijakan. untuk menjalankan fungsi ini ada dua instrumen khusus yang digunakan: pertama, negara-negara anggota menghapuskan hambatan perdagangan di antara mereka sehingga barang-barang mengalir secara bebas dalam perdagangan. kedua, negara-negara anggota sepakat memperlakukan negara lain dengan satu kebijakan ekonomi tunggal. kebijakan-kebijakan ekonomi mereka terhadap negara lain tidak hanya terkoordinir tetapi juga serupa dan dilaksanakan secara bersamaan.[16]
Jika kita membuat suatu asumsi yang mengatakan bahwa terbentuknya kelompok-kelompok kekuatan ekonomi-perdagangan secara global/regional (EU, NAFTA dan APEC) yang senantiasa cenderung bermuatan aspek ekonomi dan politik. Dan ini pula yang menjadi karakternya. Karakter inilah pula yang dijadikan sebagai pokok kajian teori integrasi pada umumnya.[17]
Dengan demikian, integrasi harus dilihat sebagai suatu mekanisme yang mendorong pembagian tenaga kerja di antra segenap anggota kelompok secara rasional (integrasi ini hanya akan berlangsung apabila kekuatan relatif masing-masing anggota itu terbatas sehingga tidak ada yang akan mampu memanipulasi pembagian tenaga kerja tersebut untuk keuntungan sendiri). Tanpa adanya integrasi, masing-masing negara mungkin tidak akan dapat menyediakan pasar yang cukup besar untuk memberi kesempatan kepada industri-industrinya untuk menurunkan biaya produksi melalui pengembangan skala ekonomis.

1.6       Metodologi Penelitian
1.6.1    Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang peneliti gunakan adalah bersifat kualitatif deskriptif. Diskripsi adalah upaya untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, bagaimana, kapan atau berapa. Jadi, merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi. Ilmuwan politik mungkin mengajukan pertanyaan: kapan perang bisa terjadi?, di mana perang cenderung terjadi?, bagaimana intensitas perang itu?, apakah bangsa-bangsa yang frustasi cenderung melakukan perang?. Diskripsi adalah bagian tak terpisahakan dalam sains dan biasanya dilakukan sebelum eksplanasi dan prediksi.[18]

1.6.2        Teknik Pengumpulan Data
Penelitian berbentuk studi kepustukaan. Maka, data yang diperoleh adalah data-data sekunder. Artinya, peneliti menggunakan karya ilmiah, majalah, koran; elektronik atau cetak, dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan.

1.6.3        Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menjaga originalitas penelitian, peneliti memberikan pembatasan-pembatasan dalam penelitian. Penelitian berfokus pada kepentingan ekonomi Indonesia dalam kerjasama APEC

1.7          Argumen Dasar
Indonesia memiliki kepentingan-kepentingan ekonomi dalam kerjasama APEC.



1.8          Struktur Penulisan
Struktur penulisan dalam kegiatan penelitian ini terbagi ke dalam 4 (empat) bab, sebagai berikut:
BAB I             PENDAHULUAN
Bab yang pertama ini meliputi beberapa hal, diantaranya: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan atau manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metodologi penelitian, argumen dasar dan struktur penelitian.
BAB II            KAJIAN HISTORIS : PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA DAN APEC
Pada bab ini, penulis melakukan kajian-kajian historis yang menyangkut sejarah ekonomi Indonesia dan APEC. Bab ini kemudian dibagi lagi ke dalam beberapa sub-bab. Hal ini tentunya untuk memperkaya kajian teoritis dalam memperjelas tentang ekonomi Indonesia dan APEC.
BAB III          KEPENTINGAN-KEPENTINGAN EKONOMI INDONESIA DALAM KERJASAMA APEC
Setelah kita memiliki cukup pemahaman mengenai perdagangan bebas, maka pada bab ini penulis selanjutnya mencoba mendiskripsikan kepentingan-kepentingan ekonomi Indonesia dalam kerjasama APEC sesuai dengan judul penelitian. Bab ini kami bagi lagi ke dalam beberapa sub-bab.


BAB IV          PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan ataupun pelaporan kegiatan penelitian. Bab terakhir ini terdiri dari kesimpulan dan beberapa rekomendasi untuk dilakukannya kegiatan penelitian lanjutan.


DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ikbar, Yanuar , 2006, Ekonomi Politik Internasional 1: Konsep dan Teori, Bandung: PT Refika Aditama,
Hamid, Suandi, Edy, dan Anto, Hendri, M.B. 2000, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, Yogykarta.
Perwita, Banyu, Agung, Anak, dan Yani, Mochammad, Yanyan, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung, PT Rosdakarya.
Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional 2: Implementasi Konsep dan Teori, Bandung: PT Refika Aditama.
Rosyadi, Imron, 2002. Ringkasan Ekonomi Internasional Soal Dan Penyelesaiannya, Surakarta, Muhammadiyah Press.
Asrudi; Suryana, Jaka, Mirza, Dkk, 2009. Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional Ke Kontemporer), Yogyakarta, Graha Ilmu.

INTERNET :
Prawidar, Dhika, 2010, Perdagangan Bebas (free trade), di: http://www.km.itb.ac.id/web/, diakses 18 Januari 2010
Arista, Arul, (senior editor), 10 november 2010, Mendorong Momentum Perdagangan Dunia, Regional dan Perundingan DD, http://kabarindo.com/index.php?act=dnews&no=10643 diakses 20 November 2010.
Dipta, Wayan, I, Strategi Membangun Keunggulan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Di Indonesia Dalam Era Perekonomian Baru, di : http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/era-perekonomian-baru.pdf , diakses 21 November 2010.
Sitepu, Anthonius, P, Konsep Integrasi Regionalisme Dalam Studi Hubungan
Internasional, http://library.usu.ac.id/download/fisip/fisip-anthonius3.pdf, diakses 21 November 2010.




[1] Dhika Prawidar, 2010, Perdagangan Bebas (free trade), di: http://www.km.itb.ac.id/web/, diakses 18 Januari 2010
[2]  Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, 2000, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, Yogykarta : UII press, hal. 134.
[4] Arul Arista (senior editor), 10 november 2010, Mendorong Momentum Perdagangan Dunia, Regional dan Perundingan DD, http://kabarindo.com/index.php?act=dnews&no=10643 diakses 20 November 2010.

[5] Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto,Op.cit, hal. 136-137.
[6] Ibid, hal. 120.
[7] Ibid, hal. 128-129.
[8] I Wayan Dipta, Strategi Membangun Keunggulan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Di Indonesia Dalam Era Perekonomian Baru, di : http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/era-perekonomian-baru.pdf , diakses 21 November 2010.
[9] Mahasiswi jurusan Hubungan Internaional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2005
[10] DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochammad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung, PT Rosdakarya. hal. 77-78.
[11] Yanuar Ikbar, 2006, Ekonomi Politik Internasional 1: Konsep dan Teori, Bandung: PT Refika Aditama, hal 183.
[12] Ibid,
[13] Ibid,
[14] Yanuar Ikbar, 2007, Ekonomi Politik Internasional 2: Implementasi Konsep dan Teori, Bandung: PT Refika Aditama, hal 166.

[15] Imron Rosyadi, 2002. Ringkasan Ekonomi Internasional Soal Dan Penyelesaiannya, Surakarta, Muhammadiyah Press, Hal. 325.
[16] Asrudi; Mirza Jaka Suryana Dkk, 2009. Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional Ke Kontemporer), Yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 129-130.
[17] Drs. P. Anthonius sitepu, Msi, Konsep Integrasi Regionalisme Dalam Studi Hubungan
Internasional, http://library.usu.ac.id/download/fisip/fisip-anthonius3.pdf, diakses 21 November 2010.
[18] Ibid, hal. 68

No comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam