Monday, December 13, 2010

POLITIK PEMBANGUNAN NEGARA DUNIA KETIGA GERAKAN MENYELAMATKAN NARMADA DI INDIA


Oleh: Moh Abu Bakar (abim Pribumi) 06260140


1.      GERAKAN MENYELAMATKAN NARMADA DI INDIA

India termasuk negara berkembang miskin ( kelompok MSAC )sekaligus memiliki industry yang sangat berarti dan kapasitas tegnologi yang besar. Masalah pembangunan yang kokoh tidak terletak pada struktur ekonomi nasional, melainkan terutama dalam tata social.

Di India terdapat sungai yang dinamakan Sungai  Narmada  sebuah sungai yang menimbulkan banyak kotroversi. Sungai Narmada panjangnya 1.312 km mengalir melewati negara-negara bagian Madhya Pradesh (90%) sisanya ada di Gujarat dan hanya sedikit melintas di Maharashtra dan berakhir di teluk Arabia. Lembah sungainya sekitar 98.800 km persegi dengan perkiraan jumalah penduduk 22 juta orang dengan ragam kehidupan sosoial budaya, mulai dari kaum adivasi yang hidup otonom ditepi dan dalam hutan hingga penduduk pedesaan biasa. Narmada Bachao Andolan ( NBA ) atau geraakan menyelamatkan Narmada adalah gerakan rakyat melawan proyek waduk yang sangat ambisius membangun dua waduk raksasa, 30 waduk besar, 135 waduk sedang dan 3000 waduk kecil di sungai Narmada dan anak-anak sungainya. Apabila semua waduk ini berhasil terbangun maka kita tidak akan menemukan lagi wajah sungai itu yang aka nada adalah serangkaian danau.
            Pembangunan Narmada Dam telah menjadi kontroversi sejak akhir tahun 1980an. Pemerintah India mengharapkan dam ini dapat mengairi daerah yang selama ini dikenal sering mengalami kesulitan air yang berada di 12 distrik yang terdiri dari 3393 desa di Gujarat dan daerah Barmer dan Jalore yang berada di distrik Rajasthan. Sedangkan fasilitas air minum yang akan di bangun menjangkau sekitar 8215 desa dan 135 pusat urban di Gujarat. Sedangkan untuk pasokan listrik, dam ini sanggup mensuplai listrik hingga 1.450 megawatt. Proyek ini diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran karena proyek ini dapat mempekerjakan hingga 600.000 karyawan/tahun dan sebagian besar karyawan tersebut berasal dari masyarakat yang berada di sekitar sungai sehingga terjalin hubungan yang saling menguntungkan antara pemerintahdanrakyatArmada.
            Perlawanan gerakan masyarakat ini merupakan gerakan yang sudah berlangsung sejaka lama sekitar 15 tahun, diorganisasikan sejak tahun 1985 oleh NBA. Motor perjuangan NBA ini terdiri dari kelompok aktivis-aktivis yang gigih, kebanyakan berpendidikan tinggi dan professional, yang menjalankan kepemimpinan gerakan dan mengambil putusan-putusan pokok mengenai sumber-sumber daya, strategi, dan politik NBA.
Narmada Bachao Andolan yang menentang pembangunan waduk Sardar Sarovar di India. Waduk yang dibangun dari dana pinjaman Bank Dunia ini direncanakan akan mengairi 1,8 juta ha tanah tapi di sisi lain akan menenggelamkan 37 ribu ha tanah yang termasuk didalamnya 13 ribu ha hutan primer yang menjadi hutan utama. Proyek ini akan mengenyahkan secara paksa ribuan keluarga yang tinggal di lembah Narmada. Mereka dicabut secara paksa dari lingkungan mereka tanpa mendapatkan kompensasi yang memadai. Sebenarnya hal ini dilakukan memang untuk kebaikan masyarakat India yang  notabenenya adalah masyarakat miskin untuk bisa mengairi pertanian masyarakat. Hal tentu akan semakin mampu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan membantu pemerintah dalam meningkatkan image negara India. Namun dibalik semua itu ada perbedaan sudut pandang antara pemerintah India dengan masyarakat yang berada di wilayah Narmada. Perbedaan tersebut menjadi tolak ukur yang sangat penting dalam hubungan _egara dengan masyarakat. Cara berfikir yang tradisional dengan cara fikir modern sehingga sangat sulit untuk bisa mencapai suatu kepentingan dalam keadaan seperti ini.
Sedangkan untuk masalah banjir Dam ini dapat memberikan perlindungan dari banjir hingga 300 kilometer dari Dam termasuk 210 desa di Bachruch dan 750.000 penduduk. Setiap tahun ketinggian waduk ini semakin ditambah mulai pada tahun 1999 hanya dinaikkan 80 kemudian air yang berada di dalam bendungan semakin banyak dan untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang terjadi maka waduk tersebut semakin dipertinggi. Pada tahun 2000 ketinggian waduk ditambah hingga mencapai 90 meter. Hingga ketinggian terakhir pada tahun 2006 mencapai 121,92 meter.  Pihak yang menangani permasalahan Dam sungai/waduh Narmada sangat antusias terhadap segala kemungkinan yang bisa dimunculkan oleh waduk ini. Ketinggianpun dilakukan dengan harapan bahwa waduk tersebut mampu untuk menampung air dalam jumlah yang lebih banyak dari yang diperkirakan. Dan hal tersebut terbukti dengan ketinggian tersebut malah menimbulkan ketakutan tersedniri bagi masyarakat yang berada diwilayah waduk. Karena jika sewaktu-waktu jika waduk itu pecah maka  pemukiman di sekityar waduk akan menjadi korban dan tentu  masyarakat sekitar waduk yang rugi.\

2.AMERIKA LATIN
Amerika Latin adalah sejarah panjang kolonialisme. Di awal abad ke-20 bahkan hingga dewasa ini Amerika Latin tetap menjadi bagian dari politik halaman belakang (backyard policy) negara adikuasa Amerika Serikat. Ketergantungan pada ekspor bahan mentah tanpa membangun industri selanjutnya membuat kawasan ini tidak berkembang. Selanjutnya, masalah urbanisasi menjadi problem utama karena pembangunan yang tak merata. Sekitar 70 persen rakyat tinggal di daerah perkotaan, sementara pembangunan perdesaan ditinggalkan.

Perkembangan revolusi dan kemerdekaan yang diraih negara-negara (nation-state) tidak mengubah masalah utama dan struktur ketidakadilan di Amerika Latin. kondisi negara-negara Amerika Latin semakin terjebak dengan masalah utang, liberalisasi perdagangan, dominasi ekonomi dan investasi. Negara-negara ini juga rentan digoyang secara ekonomi-politik, seperti krisis yang terjadi di awal tahun 1990-an.

Sementara di era globalisasi, dominasi ekonomi politik dilakukan oleh kekuatan-kekuatan macam Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat dengan menggunakan rejim-rejim internasional. Lembaga Bretton Woods yang didirikan pada tahun 1944 berkembang menjadi rejim moneter IMF, rejim pembangunan Bank Dunia, dan rejim perdagangan WTO. Bersama dengan negara-negara kapitalistik, lembaga-lembaga ini menjalankan penetrasi ekonomi yang tak hentinya menggempur kawasan Amerika Latin. Buktinya, hampir seluruh negara Amerika Latin menjadi anggota IMF dan WTO, dan menerima program asistensi pembangunan dari Bank Dunia. Secara historis, penetrasi lembaga-lembaga ini sebenarnya meneruskan ketidakadilan yang bertubi-tubi diterima kawasan ini semenjak jaman kolonial.

Program-program Bank Dunia di tingkat pertanahan dalam dua kebijakan besar (grand strategy) yakni (1) Land Policy Research Report (LPRR) dan (2) Land Policies for Growth and Poverty Reduction telah membuat ketimpangan struktur tanah semakin membesar. Struktur kepemilikan tanah secara feodal yang diwariskan jaman kolonial direproduksi dan menghasilkan struktur neo-feodal yang didominasi pengusaha, perseorangan dan perusahaan transnasional. Globalisasi yang berdampak pada pembentukan pasar tanah ini membuat petani kehilangan tanahnya.
Perubahan bukannya tak terjadi. Dengan konstelasi geopolitik yang berubah ke arah penjajahan gaya baru, muncullah revolusi-revolusi rakyat yang menuntut dinihilkannya penindasan seperti yang telah dituliskan di atas. Di Argentina, gerakan kaum buruh tuna karya (MTD) yang di-PHK mendesak pemerintah untuk melepaskan diri dari globalisasi utang IMF. Pada akhirnya, utang IMF dikemplang pemerintah Argentina. Hugo Chavez memimpin rakyat dengan program populis yang menentang dominasi Amerika Serikat, Bank Dunia dan IMF. Dijalankan reforma agraria dalam Plan Zamora, dan nasionalisasi perusahaan migas. Petani koka menjadi presiden di Bolivia, Evo Morales. Program perbaikan pertanian dan nasionalisasi perusahaan migas juga dilakukan. Sementara di Brazil, gerakan petani tanpa tanah (MST) terus mewujudkan keadilan agraria dengan menjalankan reforma agraria. Sejalan dengan perkembangannya, gerakan rakyat ini menjadi salah satu yang tersukses di Amerika Latin dan sangat populis.
Pendidikan menjadi salah satu pilar utama pembangunan rakyat, dengan banyaknya institut, sekolah dan pengelolaan yang rapi—dari tingkat settlement hingga nasional. Pendidikan juga dilaksanakan secara cepat dan masif, terutama di tingkat-tingkat basis.

3.BENUA AFRIKA
Afrika adalah benua terbesar kedua dunia dan kedua terbanyak penduduknya setelah Asia. Dengan luas wilayah 30.224.050 km² termasuk pulau-pulau yang berdekatan, Afrika meliputi 20,3% dari seluruh total daratan Bumi. Dengan 800 juta penduduk di 54 negara, benua ini merupakan tempat bagi sepertujuh populasi dunia. Sebagian besar negara di Afrika adalah bekas negara jajahan, kecuali Afrika Selatan, Ethiopia dan Liberia.
Secara keseluruhan, sekitar 45% dari penduduk Afrika hidup di bawah garis kemiskinan.  Insiden kemiskinan di Afrika lebih tinggi di daerah pedesaan, meskipun kemiskinan perkotaan adalah masalah bahan peledak.  Daerah adalah menghadapi banyak tantangan kesehatan, khususnya HIV / AIDS.  Walaupun 92% dari penyebab kematian pada miskin negara yang terkait dengan penyakit menular, 60% kematian dikaitkan dengan beberapa penyakit, yaitu, TBC, malaria, HIV / AIDS dan beberapa penyakit masa kanak-kanak.  Ada juga kenaikan yang sangat signifikan dalam kondisi noncommunicable (kanker, penyakit kardiovaskuler, kecelakaan dan penyakit mental) karena perubahan gaya hidup.  Malnutrisi adalah masalah yang terus-menerus, khususnya pada anak-anak dan perempuan.  Ini menyumbang 45% dari kematian anak. Selanjutnya, degradasi lingkungan, terutama air yang buruk dan pengelolaan limbah, telah berkontribusi terhadap wabah penyakit.  Urbanisasi yang cepat dan tidak terkendali juga memiliki kesehatan yang serius konsekuensi.  Hanya 45% dari total penduduk Daerah memiliki akses ke air yang aman dan kurang dari 40% memiliki akses ke sanitasi.  Daerah memiliki dasar rendah tingkat partisipasi sekolah dan orang dewasa yang tinggi Tingkat buta huruf (terutama perempuan), yang memiliki dampak langsung pada kematian ibu dan bayi tingkat yang tetap yang tertinggi di dunia. 
Peran sentral dalam pembangunan kesehatan Proses ini semakin dikenal, dan niat baik nasional dan internasional untuk meningkatkan kesehatan, khususnya masyarakat miskin, belum pernah begitu jelas. Oleh karena itu, upaya meringankan beban penyakit negara-negara miskin akan memberikan kontribusi pada peningkatan status sosial mereka.  Memerangi penyakit yang menimpa masyarakat miskin akan mengurangi kerentanan mereka terhadap kemiskinan mendorong guncangan kesehatan dan meningkatkan produktivitas mereka. Ini akan membantu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga untuk mengurangi kemiskinan.
Konflik Politik
Korban konflik dan perang yang masih terus berkecamuk di beberapa negara Afrika seperti Sudan,Somalia,dan Kenya, mengenaskan. Jauh sebelumnya, di Kongo,Rwanda, Nigeria, pertikaian etnis atau suku lebih kental telah dibandingkan dengan kesenjangan sosial ekonomi.
Afrika terseret dalam kancah perang dan pertikaian antarsuku dan antaretnik yang paling parah dan sulit dicarikan solusi damainya. Tangan-tangan PBB seperti lumpuh tak berdaya. Jasa negarawan dunia dan inisiatif berbagai pihak masih terus diharapkan untuk menjadi mediator untuk mengakhiri konflik berdarah yang mengakibatkan banyak jatuh korban, termasuk anakanak di bawah umur.
Afrika benar-benar negeri yang tak pernah sepi dari derita keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan. Bahasa nasionalnya ada yang masih menumpang pada bahasa warisan kolonial seperti bahasa Inggris dan Prancis. Afrika Selatan, misalnya, punya bahasa nasional Afrikaan yang asal bahasanya dari khazanah bahasa Belanda, sekaligus bahasa yang suka dipakai kaum penguasa ketika negeri itu masih di bawah payung Apartheid, politik yang membedakan warna kulit. Masa itu dikenang sebagai tahuntahun sulit pemimpin sejati Nelson Mandela yang meringkuk selama 27 tahun di penjara. Afrika di selatannya Sahara adalah negeri yang masih berjuang keras melawan virus HIV/AIDS.
Liberia sudah merdeka sejak 26 Juli 1847, founding father-nya adalah mantan budak belian asal Amerika, sehingga bendera negaranya pun dimiripkan.
Walter Michler dalam Buku Putih (Weissbuch Afrika) sejak 1990-an berulang kali berkampanye bahwa Afrika menjadi terpuruk bukan semata-mata karena rakyatnya. Sumber masalah dimulai sejak warisan kolonial Barat yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) Afrika dengan memanjakan dan menjinakkan tokoh elitenya dengan gaya hidup kebarat-baratan.Kelaparan di sana bukan karena nasib semata, tetapi kesalahan politik dan salah urus negara serta kudeta yang silih berganti, belum lagi pernah dihantam isolasi internasional karena dosa rezimnya.
Kelaparan dan Perang Saudara                      
Perubahan iklim telah lama diprediksi memicu konflik. Namun, perhitungan secara serius dan kuantitatif  belum pernah dibuat, hingga sepekan lalu ketika sejumlah ilmuwan dari Amerika Serikat menyatakan, perang saudara di Afrika akan meningkat 55 persen pada tahun 2030.
Data tahun 2006, sebanyak 220 juta jiwa penduduk Afrika terpapar kekeringan setiap tahun. Dampak perubahan iklim yang memperpanjang musim kering dan sebaliknya memperpendek musim hujan menempatkan mereka dalam kondisi sulit dengan tingkat kelaparan tinggi.
Kelompok negara Afrika sadar betul dampak perubahan iklim yang mengancam warga mereka. Untuk itu, mereka satu suara menghadapi Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009.



4. GERAKAN MST DI BRAZIL TERHADAP REAKSI MASYARAKAT PETANI
Amerika Latin adalah sejarah panjang kolonialisme, bahkan hingga saat ini. Sejak abad ke-15 dengan penjelajahan Colombus (1492-1504), region ini disebut ‘dunia baru’ yang menjadi daerah eksploitasi Eropa, terutama Portugal dan Spanyol. Dilanjutkan dengan era merkantilisme dan liberalisme pada abad ke-19. Perdagangan dan modal meledak di akhir abad ini, memenangkan Inggris sebagai dominator di kawasan ini. Eksploitasi dilanjutkan dengan menekankan pada sektor pertanian, pertambangan dan modernisasi. Di awal abad ke-20 bahkan hingga dewasa ini Amerika Latin tetap menjadi bagian dari politik halaman belakang (backyard policy) negara adikuasa Amerika Serikat.
Dominasi kekuatan eksternal semenjak masa kolonial, merkantilis hingga saat ini yang dikatakan era neoliberal sesungguhnya nyata menciptakan ketidakadilan. Bertahun-tahun perlawanan rakyat terus terlontar dari panah kemarahan rakyat akibat situasi ekonomi serta krisis politik yang terjadi dan berlangsung tanpa henti.
Begitu halnya dengan rakyat Brazil yang memilih memainkan peran dalam konteks demokrasi liberal dengan strategi elektoral menuju jalan kemenangannya. Kemenangan Lula Ignasio Da Silva adalah langkah awal Brazil menuju sistem negara yang sepenuhnya mengabdikan kebijakan-kebijakannya kepada rakyat khususnya kelas pekerja dan kaum tani tak berpunya.
Akar tonggak berdirinya Babak sejarah perlawanan rakyat Brazil menuju kemenangan dimulai dari pembangunan wadah-wadah perlawanan rakyat yang secara teritorial berangkat dari wilayah pedesaan yang lebih besar populasi penduduk berbasis petani tak bertanahnya. Problem-problem pedesaan yang berangkat dari hubungan produksi kepemilikan tanah yang banyak mengeksploitasi para buruh-buruh tani atau pekerja pertanian yang tak bertanah, maka arah perjuangan para tani-tani tak bertanah tersebut memuncak pada tuntutan distribusi tanah dan pembagian hasil produksi secara adil. Merekapun lalu membentuk wadah-wadah perlawanan yang pada akhirnya mampu menghimpun perlawanan gerakan kaum tani tak bertanah (people landless movement) secara rapi, terstruktur dan militan dalam sebuah bangunan organisasi tani yakni Movimento dos Sem Terra atau yang lebih dikenal dengan sebutan MST yang sekarang menjadi organisasi perlawanan yang mempunyai basis yang menguasai hampir 60 % petani yang tersebar diseluruh Brasil.
Para kader-kader militan MST menyadari bahwa tuntutan perjuangan yang akan menghantarkan kemenagan total rakyat tentu tidak hanya berkubang diteritorial pedesaan.
MST: gerakan rakyat mewujudkan reforma agrarian
Movimento dos Sem Terra (MST) lahir dan berkembang luas akibat kesadaran politik massa yang terorganisir terutama dari kalangan petani tak bertanah sebagai alat perjuangan menuju kebebasan dan kesejahteraan kaum tani Brazil.Jika membicarakan pembaruan agraria di Amerika Latin, maka kita harus merunut pada sepak terjang gerakan reforma agraria populis dari MST (Organisasi Petani Tak Bertanah) di Brazil. MST merupakan sebuah gerakan sosial paling fenomenal dalam sejarah Amerika Latin dan menjadi model gerakan masyarakat sipil terutama petani di dunia. Sejak tahun 1984, sekitar 250.000 keluarga telah berjuang mewujudkan pembaruan agraria, dengan mengokupasi tanah seluas 21 juta hektar lebih.
Gerakan ini berhasil mentransformasikan dirinya menjadi gerakan dari bawah ke atas yang mencerminkan masyarakat sipil (bottom-up) dan populis. Tercatat anggota MST sekarang mencapai 2.5 juta orang (dalam desa-desa atau settlement) plus jutaan lebih simpatisan (pendukung), dengan perkembangan tidak hanya mengolah tanah, tapi juga mengembangkan alternatif sosial yang lebih dari itu. Untuk itulah di Amerika Latin, MST menjadi model pembaruan agraria yang sejati—karena cakupan makna pembaruan agraria yang diusungnya tidak berhenti hanya pada kepemilikan lahan, namun terus menjadi sebuah perubahan sosial dari proses produksi, konsumsi hingga distribusi kebutuhan anggotanya.
Letak keberhasilan MST sebenarnya adalah pada rasionalisasi perjuangannya yang dituangkan pada pendidikan dan aksi nyata. Perjuangan MST yang utama adalah perjuangan menegakkan keadilan dalam bidang agraria, dengan melaksanakan reforma agraria sejati (vis a vis land reform Bank Dunia dengan pasar tanahnya). Reforma agraria jangan diartikan secara sempit sebagai proses redistribusi lahan saja, melainkan juga mencakup proses pra-produksi (tata guna tanah), produksi hingga pasca produksi (pasar, distribusi, industri).  Pengertian secara luas inilah yang menjadi rasionalisasi MST pada khususnya, dan organisasi tani lainnya di dunia pada umumnya, terhadap perjuangan melawan neoliberalisme.
Pendidikan menjadi salah satu pilar utama pembangunan rakyat, dengan banyaknya institut, sekolah dan pengelolaan yang rapi dari tingkat settlement hingga nasional. Pendidikan juga dilaksanakan secara cepat dan masif, terutama di tingkat-tingkat basis.
Faktor lain yang mendukung perkembangan organisasi rakyat seperti MST agar bisa masif dan populis antara lain adalah jaringannya dengan gereja katolik dan para pakar.
Gerakan Petani di Brasil
Setahun sebelum kebangkitan gerakan petani di Bolivia, di Brasil, negara terbesar di Amerika  Selatan, mobilisasi kekuatan marjinal ini mengantarkan Luiz Inacio “Lula” da Silva menjadi Presiden Brasil.
Partido Trabalhadores ini banyak didukung oleh serikat atau perkumpulan petani untuk menjadi sarana artikulasi gerakannya untuk memperjuangkan reformasi agraria. Salah satu gerakan tani pendukung terbesarnya adalah Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra atau MST (Gerakan Pekerja Pedesaan Tak Bertanah).
Sayangnya pemerintahan Lula da Silva yang dimotori gerakan petani ini tidak kuasa melawan kekuatan pasar dan kepentingan-kepentingan perusahaan – perusahaan multinasional. Agenda reformasi agraria yang sudah matang dirancang berhenti di tengah jalan.
Salah satu konsep penting yang menjadi kunci keberlangsungan hidup dari gerakan sosial ini seperti yang juga diusulkan oleh banyak kalangan adalah “go global”.  Dengan kata lain adalah internasionalisasi gerakan. Bukan hanya ideologi, tapi juga bentuk, semangat, dan rasa kebersamaan gerakan yang diyakini mampu menghimpun kekuatan petani di seluruh dunia. Kepentingan-kepentingan sempit yang bersifat lokal harus segera dilanjutkan dengan misi-misi yang lebih bersifat universal tanpa melupakan identitas lokalnya.
Gerakan sosial pada hakikatnya merupakan respon , baik spontan maupun terorganisir, dari masyarakat terhadap institusi negara yang telah mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai dengan artikulasi secara inkonstitusional dan tak jarang bertentangan dengan prosedur hukum maupun birokrasi yang berlaku. Dalam pandangan yang lebih positif, gerakan sosial bisa dilihat sebagai upaya bersama dari rakyat yang hendak melakukan pembaruan atas situasi dan kondisi sosial politik yang dipandang tidak berubah dari waktu ke waktu dan yang dianggap tidak memberi andil terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Gerakan petani merupakan salah satu dari berbagai macam gerakan sosial baru di Amerika Selatan. Tidak semua gerakan sosial ini berujung pada kesuksesan. Di Kolombia, dan beberapa negara Amerika Tengah serta yang sekarang, Brasil, gerakan petani menderita penindasan oleh rezim yang berkuasa. Tapi perkembangan kontemporer memperlihatkan potensi mereka menjadi kekuatan besar yang mempunyai basis dukungan global.

5. THE ASSEMBLY OF THE POOR SEBAGAI GERAKAN SOSIAL DI THAILAND
Banyak gerakan di negara-negara berkembang sejak tahun 1980-an bertujuan untuk membangun atau memperkuat sistem dan struktur demokrasi, dengan keyakinan bahwa ini adalah prasyarat penting untuk menghilangkan penindasan, yang memungkinkan partisipasi, dan dengan demikian dapat mengatasi banyak ketimpangan dan ketidakadilan dalam masyarakat dan ekonomi.
Gerakan petani di Thailand (Majelis Masyarakat Miskin, nelayan kecil dan petani bukit utara 'gerakan) semua memiliki basis di masyarakat, atau gerakan-gerakan masyarakat, bukan gerakan individu. Telah menganalisis wacana budaya masyarakat sebagai sebuah gerakan sosial yang berbasis di masyarakat desa. Gerakan-gerakan ini menekankan pada strategi pembangunan alternatif, atau membayangkan masa depan ideal masyarakat,dan  berbeda dengan arus utama yang berkuasa.
Gerakan-gerakan sosial di Thailand terdiri dari berbagai kelompok sosial. Tapi fakta penting adalah partisipasi besar 'orang kecil' yang secara tradisional telah dikecualikan dari suara politik. Ini termasuk orang-orang bukit, nelayan kecil, petani marjinal, tinggal di daerah kumuh, dan pekerja perempuan. Mereka telah menjadi lebih tegas daripada sebelumnya tentang hak dan peran mereka dalam masyarakat
Kerajaan Thailand atau sering juga kita sebut Muangthai adalah negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Komposisi penduduknya terdiri dari orang Thailand sendiri 75%, cina 14%, Melayu 3% dan sisanya adalah Khmer, Hmong, keren, dan lainnya. Luas wilayahnya meliputi 514.000 km2. di daerah tengah negeri ini terdapat dataran Mae Nam Chao Phraya yang mrupakan lumbung beras, melainkan mampu menjadi andalan eksport. Di daerah yang lebih tinggi, penduduk menanami wilayahnya dengan jagung, singkong, tebu, kapas, dan sayuran serta buah-buahan. Sejak perang Dunia II, Pembangunan di Thailand diutamakan pada zona-zona kawasan industri (untuk tekstil, garmen, mebel, produk perikanan, minyak dan gas bumi) dan pariwisata serta infrastruktur revolusi hijau (seperti waduk-waduk dan irigasi) untuk mempertahankan produksi makanan (beras dan buah-buahan). Meski produksi industri dan turisme Thailand memberi andil yang semakin penting, namun eksport bahan pangan tetap menduduki rangking nomor satu. Selain kedua hal itu, yang juga penting adalah eksport karet dan timah.[1]
Di negara thailand terbentuk gerakan rakyat petani yang bernama AOP (assembly of poor), yang memiliki suatu jaringan petani yang paling luas yang bersuara paling lantang mengenai krisis pedesaan. Krisis pedesaan yang dimaksud adalah kecilnya mayoritas usaha tani yang terbentuk pasca berlangsungnya revolusi hijau dalam beberapa dekade yang lalu. Yang kemudian memunculkan maslah utama politik pertanian dimana terjadi beban hutang petani yang tinggi, semakin besar ketergantungan pada pems]beri hutang yang juga makelar perdagangan, pembayaran dibayar dengan bunga tinggi atau dengan sitem ijon tanaman. Gerakan sosial rakyat ini di bentuk pada Desember 1995. Organisasi ini di bentuk bertujuan untuk mengubah kebijakan pemerintah thailand agar lebih memperhatikan keadaan rakyat miskin, mengakui hak hak rakyat untuk mengelola sumber daya alamnya dan untuk memberikan kewenganan  pada organisasi lokal dalam mengatur tujuan dan cita-cita yg diharapkan, mengubah sistem politik agar sejalan dengan konsep ”Pembangunan berpusat pada rakyat ( people centred development ) yg mengamandemen perundang - undangan agar cocok dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan, mengakui dan medukung partisipasi organisasi rakyat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Kemudian diajukan tuntukan yang diajukan pemerintah dengan masa tenggat 30 hari untuk memberikan tanggapan – tanggapan atas tuntutan tersebut. Inilah kampanye awal yang menyentak setelah dua puluh tahun tidak ada suara protes langsung dari rakyat yang sebesar AOP. Para pelopor organisasi ini adalah kelompok – kelompok petani yang terutama berasal dari daerah timur laut Thailand.
Kemudian setelah mereka bahwa tuntutan – tuntutannya tidak akan dipenuhi maka berlangsunglah demo, rapat umum dan kemah pertama di depan kantor pemerintahan untuk menuntut jawaban dari pemerintah yang dilakukan pada 26 Maret hingga 22 April 1996. Pemerintah menjawab tuntutan mereka. Namun pimpinan AOP menyadari bahwa janji yang dibuat hanya bertujuan untuk membubarkan rapat umum dan demo itu. Oleh karena itu AOP pada 11 Oktober 1996 melakukan demo dan rapat umum ke dua selama 26 hari dengan 3.000 orang ditmpat yang sama untuk menuntut kembali janji – janji tersebut. Akhirnya, pemerintah mengakui masalah yang disuarakan AOP.
Ketika AOP memanfaatkan moment pemilu di tahun 1996 untuk mendekati partai – partai politik dalam pengagendaan penyelesaian masalah – masalah orang – orang miskin. Setelah pemilu mereka mengirimkan delegasi untuk menemui Perdana Menteri yang baru dan meminta pemerintahan yang baru untuk memecahkan maslah mereka. Namun pemerintah tidak mengabulkannya yang kemudian memunculkan demo, rapat umum dan kemah yang ke III
 AOP kemudian mendirikan ”Desa Kaum Miskin”  selama 101 hari dan 30.000 massa inilah aksi demontsrasi yang terlama dalam sejarah Thailand(25 jan 1997-05 Mei 1997) Terbentuknya Desa Kaum Miskin di depan gedung pemerintahan Thailand di jantung kota Thailand menciptakan suatu pedoman bersama secara simbolik dimana beragam kelompok yang menyusun keanggotaan majelis yg dapat melegitimasi sebuah identitas politik kolektif. Desa Kaum miskin ini juga menggambarkan secara eksplisit penegasan terhadap hubungan desa-kota yang destruktif.melambangkan desa yang "udik" serta krisis yang melandanya. Dan pedesaan yang harmomis sebagai sumber identitas nasional masyarakat Thailand.
Ciri utama dari gerakan AOP adalah organisasi yang bebasis local dan terdesentralisir, kepemimpinan yang tersebar, kemampuan memobilisasi massa, advokasi baik yang mengangkat masalah lokal maupun global. Kemampuan berunding dengan pejabat pemerintahan dan kesanggupan berlanjut melalui jaringan yang berdasar sumber daya sendiri tanpa pembiayaan dari luar yang berarti.[2]
Tujuan dari The Assembly adalah agar pemerintah dan kebijakan public memperhatikan masalah-masalah penduduk pedesaan yang hidup dalam situasi miskin dan tak menentu. Mereka utamanya terdiri dari petani penggarap, berbagai masyarakat adat, yang terutama berasal dari pegunungan dan dataran tinggi di timur laut Thailand. Banyak dari mereka yg tergusur akibat pembangunan wadul oleh pemerintah dan tidak mendapatkan ganti rugi atau terancam akan di gusur oleh proyek-proyek baru atau menjadi koban akan kurangnya akses atas masalah hutan dan masalah-masalah hak atas tanah. Ini semua adalah suara ataupun tuntutan deri rakyat miskin yang di sampaikan dari beberapa kelompok nelayan, buruh industri, dan kaum miskin kota dari pemukiman kumuh.
Kaum miskin beranggapan nama mereka ini sungguh merupakan kata yg di pilih secara hati-hati, tepat dan strategis. Faktor-faktor yang membuat organisasi AOP dapat mengedepankan masalah-masalah dantuntutan-tuntutannya,yaitu: Perubahan ekonomi politik di pedesaan Thailand yang strategis dalam pembangunan, yg menunjukkan kesadaran dan pemahaman baru tentang perubahan ekonomi politik yang lebih luas. AOP dapat membentuk organisasi dan arah strategi, tetapi memiliki perbedaan pandangan sehingga sukar menentukan pengambilan alih posisi. Media Thailand yang terus bertambah dan adanya "kebebasan" media yg mengakibatkan kesuburan akan faktor yang ada di organisasi ini. Dari masalah dan tuntutan yang tak kunjung di penuhi oleh pemerintah Thailand ini serta sikap penolakan pemerintah Thailand yg bersikap acuh tak acuh ini berujung pada reaksi gerakan rakyat(AOP) yg semakin memperkuat peran nya dalam upaya pembangunan dan pencapaian tujuan gerakan sosial rakyat di Thailand yang bersifat masif.
Paska penerapan revolusi hijau, terdapat penindasan kaum di Muangthai. Raungan kaum miskin tersebut terorganisir melalui terbentuknya AOP (Assembly OF The Poor). Penindasan demi penindasan akan politik pembangunan yang tidak seimbang membuat kaum miskin menjadi korban kebohongan pembangunan pemerintah. Pemerintah tidak melakukan perubahan ataupun reformasi yang berarti bagi kaum miskin. Dengan adanya Demo yang terjadi sebanyak tiga kali di depan gedung pemerintah Muangthai, menciptakan beberapa keputusan dan perjanjian antara pihak pemerintah dengan pihak AOP dalm mencapai kata sepakat, tetapi pemerintah tetap tidak melakukan perubahan yang berarti. Demo yang terus terjadi adalah salah satu bukti dari pembohongan pemerintah Thailand terhadap kaum miskin.
Faktor-faktor yang membuat organisasi AOP dapat mengedepankan masalah masalah dantuntutan-tuntutannya,yakni: : Perubahan ekonomi politik di pedesaan Thailand yang strategis dalam pembangunan, yg menunjukkan kesadaran dan pemahaman baru tentang perubahan ekonomi politik yang lebih lebar dan meluas. AOP dapat membentuk organisasi dan arah strategi, tetapi memiliki perbedaan pandangan sehingga sukar menentukan pengambilan alih posisi. Media Thailand yang terus bertambah dan adanya "kebebasan" media yg mengakibatkan kesuburan akan faktor yang ada di organisasi ini. Dari masalah dan tuntutan yang tak kunjung di penuhi oleh pemerintah Thailand ini serta sikap penolakan pemerintah Thailand yg bersikap acuh tak acuh ini berujung pada reaksi gerakan rakyat(AOP) yg semakin memperkuat peran nya dalam upaya pembangunan dan pencapaian tujuan gerakan sosial rakyat di Thailand yang bersifat masif.
Terbentuknya Desa Kaum Miskin di depan gedung pemerintahan Thailand di jantung kota Thailand menciptakan suatu pedoman bersama secara simbolik dimana beragam kelompok yang menyusun keanggotaan majelis yg dapat melegitimasi sebuah identitas politik kolektif. Desa Kaum miskin ini juga menggambarkan secara eksplisit penegasan terhadap hubungan desa-kota yang destruktif.melambangkan desa yang "udik" serta krisis yang melandanya. Dan pedesaan yang harmomis sebagai sumber identitas nasional masyarakat Thailand.
Gerakan masyarakat madani adalah sebuah keharusan yang berlaku di seluruh pelosok negeri dalam hal kasus indonesia penguatan civil society  seharusnya di kembangkan agar sistem yang demokratis itu dapat terwujud dengan baik. Dalam hal ini indonesia masih memerlukan penguatan atas civil society dan kesadaran masyarakat untuk membangun dan menjalankan civil society agar tecipta hubungan yang harmonis antar masyarakat dengan negara (pemerintah)


[1] NOER 2005, Hal 98
[2]  Institute of development studies,tt dalam NOER (2005)

No comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam