Monday, December 13, 2010

LANDREFORM DAN GERAKAN PENDUDUKAN TANAH DI ZIMBABWE


Oleh: Moh Abu Bakar (abim Pribumi) 06260140

LATAR BELAKANG MASALAH
            Zimbabwe baru merdeka pada tahun 1980 setelah sekitar 20 tahun perang kemerdekaan. Dulu namanya adalah Rhodesia, yang berasal dari nama Cecil john Rhodes pemimpin ekspedisi penjajahan dari Inggris yang datang tahun 1890 berniat untuk mengeruk barang tambang, tetapi kemudian malah mendapatkan tanah yang subur untuk pertanian,dengan cara mengusir penduduk pribumi. Bukan hanya mengusir, kaum kulit putih kolonial juga mengusir penduduk yang menguasai tanah-tanah subur di Zimbabwe untuk dijadikan pertanian komersial, tapi juga pembelahan secara rasial terjadi sangat mencolok. Dalam waktu singkat pada tahun 1914, terbentuk tata penguasaan tanah yang sangat timpang, terbagi berdsarkan kaya-miskin, pribumi-pendatang dan kulit putih kulit-kulit hitam. 75% dari luas tanah telah di kuasai oleh hanya 3% penduduk kulit putih yang 28.000 orang, berbanding dengan 23% penduduk yang hanya menguasai 23% tanah yang kondisinya tidak subur pada daerah-daerah yang di tetapkan boleh dihuni oleh pribumi kulit hitam. Kondisi ini masih terus bercokol hingga kemerdekan tahun 1980, dimana 70% tanah-tanah yang sangat subur dikuasai oleh penguasa pengusaha pertanaian kaya kulit putih.  Neil H. Thomas (2003) dalam tulisannya “Land reform in Zimbabwe” telah dengan sangat baik menguraikan argumen mengapa land reform itu memang mesti dan layak dijalankan, berdasarkan prinsip etis keadilan social dan persamaan. Sehingga muncullah gerakan-gerakan okupasi tanah di Zimbabwe yang berakar pada ketidakadialan tersebut yang jauh terbentuk sejak masa kolonial, aksi-aksi langsung menduduki dan menggarap tanah-tanah milik pengusaha pertanian kulit putih kerap kali dilakukan.


PEMBAHASAN
          Zimbabwe mencapai kemerdekaan yang diakui dunia internasional 18 April 1980. Negara pedalaman yang terletak diantara sungai besar  Limpopo  dan sambesi mencakup luas 389.361 km2. Dengan kondisi yang menguntungkan disektor primer,bahan baku yang banyak, dan strategis dan penting (krom,asbes,nikel,tembaga,emas,dll) serta industri yang maju dan terdiversifikasi, Zimbabwe menpunyai potensi ekonomi yang sangat besar dan persyaratan pembangunan perekonomian keseluruhan yang sangat baik. Saat ini diperkirakan jumlah penduduk melebihi 12,5juta jiwa, yang terdiri dari suku shona 71%, Ndebele 16%, dan sisanya adalah kulit putih dan suku-suku kecil lainnya.
          Seusai kemerdekaan yang berlangsung selama lebih 15 tahun dan kemerdekaan dari penjajah inggris di raih tahun 1980, maka tentu saja land reform menjadi agenda utama. Berdasar pada lancester house agreement 1980 yang dilakukannya bersama pemerintah Inggris , tahap pertama land reform dijalankan pemerintah zimbabwe . dibawah Robert Mugabe antara tahun 1980-1987/1988, pada pokoknya lancester house agreement ini menetapkan ‘willing-seller, willing-buyer’ sebagai prinsip untuk mengalihkan tanah yang akan diberlakukan hingga tahun 1990. Babak ini dapat disebut sebagai babak land reform berdasaarkan mekanisme pasar untuk meredistribusi tanah yng dikuasai para pengusaha pertanian kaya komersial kulit putih. Pemerintah membeli tanah-tanh mereka dengan menggunakan uang Negara dan juga dari uang pemerintah Inggris , lalu merditribusikannya kepada mereka yang tidak bertanah, veteran perang, orang miskin dan para buruh yang bekerja di pertanian komersial. Namun, target ini tidak dapat dicapai sehingga pembelahan kelas serta ras masih menjadi problem utama di masa setelah kemerdekaan (Moyo, 2001).
            Pada tanggal 28 Desember 2001, sekitar 1700 tanah pertanian didukuki warga pribumi. Hal itu menjadi ilustrasi bahwa program land reform Presiden Robert Mugabe telah diikuti dengan kekerasan tanpa kendali dari para pendukung pemerintah, menyebut dirinya sebagai veteran perang menuntut agar tanah itu diredistribusi kepada orang kulit hitam tak bertanah. Diperkirakan pendudukan tanah pertanian yang dimiliki kulit putih tersebut selama 18 bulan dan polisi gagal mencegah dan menangani kekerasan yang terjadi.
          Dan saat pelantikan Mugebe di ibukota Harare, yang dihadiri para pemimpin Afrika dan diboikot pemimpin Barat, Mugabe mau bicara lagi untuk kembali mengecam Barat yang di mata kaum nasionalis pejuang Rhodesia dulu diwakilkan oleh Inggris. Di masa kampanye, Mugabe yang mengeksploitir penguasaan tanah kaum kulit putih mengutuk Tony Blair akan segera jatuh. Jadi kemenangan dalam pemilihan presiden kali ini juga dilihat sebagai kemenangan melawan Inggris dan Tony Blair yang berdiri paling depan mengecam lembaga-lembaga pemilihan umum Zimbabwe yang tidak mandiri. Kepada rekan-rekan pemimpin Afrika dalam upacara pelantikannya, Mugabe mengucapkan terimakasih atas dukungan mereka dalam melawan Tony Blair berhubung Uni Eropa serta Amerika Serikat membekukan asset-asset milik Mugabe dan 19 pejabat tinggi Zimbabwe serta larangan berkunjung. Di tanah Zimbabwe sana, Tony Blair terwakili oleh para petani-petani kulit putih yang memiliki lahan-lahan pertanian luas. Dan pernyataan pertama Mugabe sejak terpilih kembali juga berisi janji percepatan redistribusi tanah milik kaum kulit putih untuk menghadapi krisis pangan yang menurut Mugabe disebabkan kekeringan, tapi menurut pengecam Mugabe karena direbutnya lahan-lahan produktif yang sampai sekarang masih dilantarkan. Senin pagi 18 Maret 2002 atau satu hari setelah pernyataan Mugabe tersebut, seorang petani kulit putih ditemukan tewas karena tanahnya jadi sasaran apa yang disebut 'penguasaan kembali' oleh para veteran perang Zimbabwe. Petani itu, Terry Ford, merupakan petani kulit putih kesepuluh yang mati dibunuh sejak aksi perampokan tanah dimulai. Tak ada yang menjamin Terry Ford akan menjadi korban terakhir, selama yang berkuasa masih Robert Mugabe, di Zimbawe.

No comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar namun dengan tidak melakukan spam